Konstitusi Yang Pernah Berlaku Diindonesia
APSBlogger- Pada dasarnya konsitusi merupakan peraturan atau ketentuan dasar mengenai suatu pembentukan negara. Konsitusi pula sering disebut Undang-Undang Dasar atau Hukum Dasar. Dengan begitu, konsitusi memuat ketentuan-ketentuan pokok bagi berdiri, bertahan, dan berlangsungnya suatu negara. Ketentuan-ketentua itu biasanya berupa dasar, bentuk, dan tujuan negara. Ketentuan lainnya, berupa bentuk dan sistem pemerintahan, hubungan pemerintah dan rakyat, dan sebagainya.
Sebagai dasar negara, Indonesia juga memiliki konsitusi . Konsitusi yang pertama dibuat dan diberlakukan oleh negara Indonesia sesudah menyatakan kemerdekaan pada tangga 17 Agustus 1945 dahulu konsitusi itu adalah UUD 1945. UUD dirancang sejak sebelum Indonesia merdeka serta digunakan sebagai landasan menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun berdasarkan pada perkembangan yang terjadi kemudian, dibuat dan diberlakukan oleh Konsitusi lain, yakni Konsitusi RIS 1949 dan Konsitusi UUDS 1950.
A. Konsitusi Yang Pernah Digunakan
Sejak proklamasi kemerdekaan, bangsa Indonesia sudah menciptakan tiga buah Konsitusi serta memberlakukannya dalam masa yang berbeda-beda. Pemberlakukan ketiganya tidak dilepas dari perubahan kehidupan ketatanegaraan Indonesia akibat terjadinya berbagai perkembangan politik. Namun, pergantian konsitusi itu juga sekaligus menunjukan pergulatan bangsa Indonesia dalam mencapai dan menemukan Konsitusi yang paling tepat dan sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia.
I. Undang-Undang Dasar 1945 (UUD)
UUD 1945 dirancang oleh BPUPKI sebelum kemerdekaan bangsa Indonesia diproklamasikan. Rancangan itu kemudian disahkan oleh PPKI menjadi Konsitusi negara Republik Indonesia. UUD 1945 disahkan sebagai langkah untuk menindaklanjuti proklamasi RI. Begitu kemerdekaan diproklamasikan, Indonesia lahir sebagai negara. Sebagai negara, dengan sendirinya Indonesia harus memiliki Konsitusi untuk mengatur kehidupan ketatanegaraannya. Untuk itu, UUD 1945 disahkan menjadi Konsitusi.
Sebagai konsitusi negara, UUD 1945 berisi hal-hal prinsip tentang negara Indonesia. Hal-hal itu diantarnya mencakup dasar negara, tujuan negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan, sistem pemerintahan dan pembagian kekuasaan. Dari hal-hal pokok ini, empat yang terakhir, yakni bentuk negara, bentuk pemerintahan dan sistem pemerintahan akan dijelaskan lebih lanjut.
a) Bentuk Negara
Menurut UUD 1945, bentuk negara Indonesia adalah Kesatuan, Hal ini sebagaimana tercantum dalam pasal 1 ayat (1). Dengan bentuk kesatuan, kekuasaan negara dikendalikan atau dipegang oleh pemerintah pusat. Namun, pemerintah pusat dapat menyerahkan sebagai urusannya kepada pemerintah daerah. Inilah yang lazim disebut sebagai desentralisasi.
Sebagai negara kesatuan, Indonesia menggunakan dan mengembangkan sistem desentralisasi seperti yang diatur dalam pasal 18 UUD 1945. Setiap daerah bersifat otonom, yakni memiliki wewenang untuk mengatur urusannya sendiri. Nmaun, jali ini menyangkut masalah administrasi belaka, serta tidak menjadikan daerah sebagai "negara" yang tersendiri. Didalam wilayahnya Indonesia tidak akan memiliki daerah yang bersifat staat (negara) -- tidak akan ada "negara" dalam negara.
Daerah-daerah Indonesia dibagi kedalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi pula menjadi daerah yang lebih kecul yang masing-masing memiliki otonomi. Pembagian atas daerah-daerah yang bersifat otonom dibentuk badan perwakilan/permusyawaratan rakyat karena pemerintah daerah pun akan menjalankan prinsip permusyawaratan (musyawarah) yang demokratis.
b) Bentuk pemerintahan
Sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945, Indonesia adalah negara Kesatuan yang berbentuk Republik. dengan bentuk republik, kekuasaan pemerintahan negara dipegang oleh Presiden. Presiden merupakan kepala pemerintahan sekaligus kepala negara. Presiden memperoleh kekuasaan tersebut karena dipilih oleh rakyat melalui tata cara tertentu bedasarkan Undang-Undang.
Untuk pertama pada awal pembentukan negara setelah merdeka, Presiden dan Wakil presiden dipilih oleh PPKI. Hal ini karena MPR, sebagai lembaga pemilih dan pengangkat Presiden, ketika itu belum terbentuk. Pembentukan MPR belum dapat dilakukan karena pemilihan umum (pemilu) -- untuk memilih anggota MPR -- belum dapat diselenggarakan.
c) Sistem Pemerintahan
Berdasarkan UUD 1945, Indonesia menganut sistem pemerintahan kabinet presidensial. Menurut sistem ini, presiden adalah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi dibawah MPR.Namun, akibat daan transisi (masa peralihan) yang cenderung bersifat darurat penyelenggara negara dengan ketentuan seperti itu belum dapat sepenuhnya dilakukan.
Pada saat itu, kekuasaan presiden dapat dikatakan sangat luas. Menurut Pasal IV Aturan Peralihan, selain menjalankan kekuasaan eksekutif, Presiden juga menjalankan kekuasaan MPR dan DPR. selain Presiden dan Wakil Presiden, saat itu hanya ada Komite Nasional Indonsia Pusat (KNIP) yang berkedudukan sebagai pembantu Presiden. Praktis Presiden menjalankan kekuasaan yang seluas-luasnya tanpa diimbangi dan diawasi lembaga negara lainnya.
Ketentuan Pasal IV Aturan Peralihan tersebut menimbulkan kesan bahwa kekuasaan presiden mutlak dan tak terbatas (absolut). Hal ini kiranya perlu dinetralisasi. Maka, kemudian dikeluarkan maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, yang isinya memberikan kewenangan kepada KNIP untuk memegang kekuasaan legislatif dan ikut serta menetapkan GHBN ( Garis-Garis Besar Haluan Negara).
2. Konstitusi RIS 1949
Sejak akhir tahun 1949 terjadi pergantian Konsitusi di indonesia. Hal ini terkait dengan situasi politik dalam negeri Indonesia yang agak terguncang akibat agresi dan campur tangan Belanda. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, Belanda datang ke Indonesia untuk kembali menjajah dan menguasai Indonesia. Oleh sebab itu, dalam kurun waktu tahun 1945-1949 Indonesia harus berperang melawan Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan. Selama itu, selain terlibat dalam berbagai pertempuran, Indonesia dan Belanda juga terlibat dalam perundingan damai. Melalui perunding-undingan itu akhirnya dicapai kesepakatan bahwa Indonesia diubah menjadi negara federal atau serikat.
Nama Republik Indonesia berganti menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS). Dan sebagai Undang-Undang dasar negara digunakan Konstitusi RIS. Konsitusi ini dibuat pada tahu 1949 sehingga lazim disebut Konsitusi RIS 1949. Sesungguhnya Konsitusi RIS 1949 bersifat sementara saja. Menurut salah satu pasa dalam Konsitusi ini --yakni pasal 186 --akan dibentuk Konsitusi permanen atau tetap untuk menggantikan Konsitusi RIS 1949. Konsitusi tetap ini akan dibentuk oleh Konstituante, yakni lembaga khusus pembuat Konsitusi.
Konstitusi RIS 1949 diberlakukan sejak tanggal 27 Desember 1949. Pasal yang terdapat dalam Konstitusi ini berjumlah 197 buah. Berikut ini adalaj uraian dan penjelas mengenai hal pokok kenegaraan yang terdapat dalam Konstitusi RIS 1949.
a) Bentuk Negara
Berdasarkan Konstitusi RIS 1949, negara Indonesia berbentuk serikat atau federal. Ketentuan ini tercantum di dalam pasal 1 ayat (1) Konstitusi tersebut. Ketentuan ini bertolak belakang dengan ketentuan tentang bentuk negara yang diamanatkan UUD 1945, yang menyatakan Indonesia sebagai negara Kesatuan. Pada prinsipnya, negara serikat atau federal adalah negara yang terbagi-bagi atas berbagai negara bagian. Demikian pula yang dialami Indonesia setelah menjadi negara serikat, Indonesia terbelah-belah mejadi beberapa bagian, yakni menjadi 7 Negara bagian dan 9 Satuan Kenegaraan. Ketujuh negara bagian itu adalah (1) Negara Republik Indonesia, (2) Negara Indonesia Timur, (3) Negara Pasundan (termasuk Distrik Federal Jakarta), (4) Negara Jawa Timur, (5) Negara Madura, (6) Negara Sumatera Timur, (7) Negara Sumatera Selatan. Adapun kesembilan satuan kenegaraan yang dimaksud adalah (1) Jawa Tengah, (2) Bangka, (3) Belitung, (4) Riau, (5) Kalimantan Barat (daerah istimewa), (6) Dayak Besar, (7) Daerah Banjar, (8) Kalimantan Tengah, dan (9) Kalimantan Timue. Negara bagian dan satuan kenegaraan ini memiliki kebebasan untuk menentukan nasib sendiri dalam ikatan federasi RIS.
b) Bentuk dan Sistem Pemerintahan
Pemerintahan negara RIS berbentuk republik.Pemerintahan terdiri atas Presiden dan kabinet. Adapun kedaulatan negara dipegang oleh Presiden, kabinet, DPR dan Senat. Hal ini seperti yang diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Konstitusi RIS. Dalam pemerintahan negara RIS terdapat alat perlengkapan federal berupa Presiden, Menteri, Senat, DPR, MA, dan Dewan Pengawas Keuangan. Pemerintahan RIS menganut sistem kabinet Parlemnter. Artinya, kebijakan dan tanggung jawab kekuasaan pemerintah berada ditangan menteri baik secara bersama maupun individual. Para menteri tidak bertanggung jawab kepada Presiden, tetapi kepada parlemen (DPR).
3. UUDS 1950Berubahnya Indonesia menjadi negara Serikat yang terbagi-bagi ke dalam negara atau daerah bagian menimbulkan banyak ketidakpuasaan di kalangan rakyak Indonesia. Apalagi kemudian diyakini dan disadari bahwa pembentukan negara bagian lewat RIS merupakan bagian dari upaya Belanda untuk memecah belah bangsa Indoesia. Karena itu, kehendak untuk membubarkan negara bagian atau daerah bagian serta hasrat untuk kembali menggabungkan diri menjadi Republik Indonesia yang bersatu muncul dimana-mana. Rakyat dari berbagai daerah menyatakan ketidaksetujuaan lagi dengan bentuk negara serikat. Maka, untuk memenuhi tuntutan tersebut, melalui sebuah kesepakatan pemerintah RI dan Pemerintah RIS pada 19 Mei 1950 dibuat Piagam Persetujuan. Kedua pemerintah sepakat membentuk negara kesatuan sebagai penjelmaan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Negara kesatuan yang akan dibentuk diatur dengan konstitusi hasil pengubahan Konstitusi RIS 1949 yang dikombinasikan dengan prinsip pokok dalam UUD 1945.
Oleh karena UUDS bersifat sementara,selanjutnya akan dirancang suatu konstitusi tetap bagi negara Indonesia yang bersatu. Untuk itu akan dibentuk lembaga khusus yang ditugaskan untuk membuat konstitusi. Lembaga itu kemudian diberi nama Konstituante dan dijadikan salah satu bab yang diatur dalam UUDS 1950. Para anggota Konstituante akan dipilih melalui pemilu. UUDS 1950 diberlakukan sejak tanggal 17 Agustus 1950. UUDS 1950 berisis enam bab. Berikut ini adalah uraian dan penjelas mengenai beberapa hal pokok kenegaraan yang terdapat dalam UUDS 1950.
a) Bentuk NegaraBerlakunya UUDS 1950, membuat Indonesia kembali menjadi negara yang berbentuk Kesatuan. Ketentuan ini tercantum di dalam pasal 1 ayat (1) Konstitusi tersebut. Dengan begitu, Indonesia tidak lagi terbagi-bagi menjadi negara-negara bagian atau daerah-daerah bagian.
b) Bentuk dan Sistem Pemerintahan
Berdasarkan UUDS 1950, pemerintahan negara Indonesia berbentuk republik. Dengan pemerintahan republik, jabatan kepala negara dipegang oleh Presiden. Kedaulatan negara berada di tangan rakyat, tetapi kedaulata dilakukan atau dilaksanakan oleh pemerintah dan DPR. Hal seperti disebutkan dalam Pasal 1 ayat (2). Adapun alat-alat perlengkapan negara meliputi Presiden dan Wakil Presiden, menteri DPR, MA dan Dewan Pengawas Keuangan. Dalam pada itu, sistem pemerintahan yang dipakai adalah kabinet parlementer. Pertanggungjawaban kabinet diberikan diberikan kepada parlemen (DPR). DPR pun dapat membubarkan kabinet. Namun, disisi lain Presiden memiliki kedudukan yang kuat dan dapat membubarkan DPR.
4. Kembali ke UUD 1945
Pembentukan konstitusi yang permanen sebagai pengganti UUDS 1950 ternyata tidak berjalan seperti yang direncanakan. Badan Konstituante yang sudah terbentuk lewat pemilu 15 Desember 1955 tidak dapat menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya dengan baik. Badan yang diandalkan dapat menghasilkan Konstitusi baru yang tetap ini sejak dilantik tahun 1956 hingga dua tahun kemudian, yakni tahun 1958, tidak menghasilkan keputusan apapun mengenai konstitusi.
Dalam setiap sidangnya, para anggota Konstituante selalu terlibat dalam perdebatan panjang dan berlarut-larut sehingga keputusan untuk menghasilkan rancangan konstitusi selalu menemui jalan buntu. Masalah pokok yang terjadi bahan perdebatan alot dan sulit diputuskan terutama adalah menyangkut penentuan dasar negara. Keadaan ini berlangsung hingga sekitar dua tahun, sementara dibeberapa daerah mulai muncul pemberontakan terhadap pemerintah.
Untuk mengatasi keadaan, Presiden Soekarno mengusulkan kepada Konstituante agar Indonesia kembali menggunakan UUD 1945 saja sebagai Konstitusi. Untuk menyikapi usul ini, Konstituante melakukan pemungutan suara. Namun, pemungutan suara yang dilakukan sampai tiga kali gagal menghasilkan keputusan. Kondisi Konstituante sendiri kemudian makin tidak menentu setelah banyak diantara para anggotanya menyatakan tidak akan lagi menghadiri sidang-sidang Konstituante.
Keadaan tersebut dipandang sebagai sangat merugikan dan membahayakan. Kemacetan yang dibuat Konstituante dan pemberontakan di beberapa daerah dianggap menjerumuskan Indonesia ke jurang perpecahan dan kehancuran. Oleh sebab itu, Presiden sebagai kepala negara kemudian membuat keputusan drastis yang kontroversial.
Dengan pertimbangan untuk menyelamatkan bangsa dan negara pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekret. Dekret ini berisi tigal hal, yakni (1) membubarkan Konstituante, (2) memberlakukan kembali UUD 1945, dan (3) membentuk MPRS dan DPAS (Dewan Pertimbangan Agung Sementara) dalam waktu yang seingkat-singkatnya. Dekret ini kemudian dikenal sebagai Dekret 5 Juli 1959. Dengan keluarnya dekret ini, dengan sendirinya UUD 1945 kembali menjadi Konstitusi resmi negara Indonesia. Semua tatanan kenegaraan pun harus disesuaikan kembali dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UUD 1945.
No comments
Post a Comment